PT Kontakperkasa – Harga emas semakin memprihatinkan. Sang logam mulia bahkan kini terancam terjun ke level US$ 1,700 per troy ons. Pada perdagangan Selasa (3/10/2023), harga emas di pasar spot ditutup di posisi US$ 1.822,82 per troy ons, mengalami penurunan sebesar 0,25%. Harga ini merupakan yang terendah dalam hampir tujuh bulan terakhir, sejak 8 Maret 2023.
Kondisi amblesnya harga emas semakin melengkapi derita logam mulia ini, yang telah mengalami penurunan sejak Senin pekan lalu. Dalam tujuh hari perdagangan terakhir, harga emas mengalami penurunan sebesar 5,31%.
Pada perdagangan hari ini, Rabu (4/10/2023), pada pukul 05:55 WIB, harga emas tercatat berada di posisi US$ 1822,19 per troy ons, dengan penurunan sebesar 0,03%.
Penurunan harga emas ini terjadi setelah data menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja Amerika Serikat (AS) masih dalam kondisi yang kuat. Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) mencapai angka 9,6 juta pada Agustus 2023, jauh melebihi ekspektasi pasar sebesar 8,8 juta, bahkan melebihi angka pada bulan Juli yang mencapai 8,9 juta. Hal ini mencerminkan tingginya aktivitas pasar tenaga kerja AS.
Selain itu, AS juga melaporkan perbaikan dalam aktivitas manufaktur mereka, meskipun belum mencapai tingkat ekspansi. Data ISM Manufacturing PMI menunjukkan indeks berada di angka 49 pada September 2023, lebih tinggi dari angka 47,6 pada Agustus dan angka konsensus pasar sebesar 47,8. Data ISM Manufacturing dari S&P Global juga menunjukkan indeks berada di angka 49,8 pada September, naik dari angka 47,9 pada Agustus.
Meskipun indeks PMI Manufacturing belum mencapai level ekspansi, kenaikan ini mengindikasikan bahwa ekonomi AS masih dalam kondisi kuat, yang berpotensi membuat inflasi sulit untuk mereda.
Kombinasi data-data tersebut semakin meningkatkan ekspektasi pasar terkait kemungkinan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), akan mempertahankan kebijakan moneter yang ketat. Perangkat FedWatch Tool menunjukkan sekitar 30,8% pelaku pasar memperkirakan adanya kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada bulan November mendatang, yang merupakan peningkatan dari angka 14% pada pekan sebelumnya.
Ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed telah membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury melonjak. Indeks dolar AS saat ini berada di kisaran 107,08, mencapai level tertingginya sejak November 2022, dalam 10 bulan terakhir. Sementara itu, imbal hasil US Treasury melonjak ke kisaran 4,8% pada perdagangan sebelumnya, mencapai posisi tertinggi dalam 16 tahun terakhir.
Penguatan dolar AS membuat harga emas semakin mahal untuk dibeli, dan logam mulia ini juga tidak menawarkan imbal hasil, sehingga kurang menarik bagi para investor ketika imbal hasil US Treasury naik.
Menanggapi kondisi ini, analis OANDA, Edward Moya, menyatakan bahwa “Data JOLTS benar-benar membuat pelaku pasar terkejut karena bisa meningkatkan potensi kenaikan suku bunga.” Moya juga menambahkan bahwa ada potensi bagi emas untuk menguat jika bank sentral Jepang melakukan intervensi besar-besaran atau mengubah kebijakan moneter mereka.
Namun, analis Julius Baer, Carsten Menke, memperkirakan bahwa emas sangat sulit untuk menguat ke depan. Bahkan, emas bisa terancam turun ke level US$ 1.7235 per troy ons dalam 12 bulan ke depan.
Demikian pula, analis dari Capital.com, Kyle Rodda, mengindikasikan bahwa ada sinyal penurunan emas di bawah US$ 1.800. Meskipun demikian, ada kemungkinan adanya dorongan pembelian jika harga emas terus melemah secara signifikan. – PT Kontakperkasa
Sumber : cnbcindonesia.com