Kontakperkasa Futures – Pada Rabu (08/11) pagi, harga emas mencatat stabilitas setelah mengalami penurunan dan mencapai titik terendah dalam dua minggu pada sesi Selasa (07/11). Ketegangan di Timur Tengah yang sebelumnya memicu safe haven semakin mereda, dengan perhatian pasar beralih ke isyarat terkait suku bunga dari pejabat Federal Reserve.
Menurut laporan dari Reuters, harga emas tetap bertahan di level tersebut dengan ekspektasi bahwa the Fed telah menyelesaikan kenaikan suku bunga dan “semakin cepat penurunan suku bunga pertama didorong dalam perkiraan, semakin baik untuk emas,” kata Everett Millman, kepala analis pasar di Gainesville Coins.
Pada pukul 08.49 WIB pagi ini, harga emas spot stabil di kisaran $1.968 per ons, mengutip data dari Investing.com, setelah turun 0,44% pada akhir Selasa dan menyentuh level terendah sebesar $1.956,79. Sementara itu, harga emas berjangka tetap berada di kisaran $1.974,55, setelah turun 0,67% menjadi $1.973,50 dan mencapai level terendah sebesar $1.962,90 selama sesi Selasa.
Nilai dolar juga mengalami kenaikan sebesar 0,1% menjadi 105,469, yang juga memberikan tekanan pada harga logam-logam.
Isu suku bunga yang lebih rendah umumnya meningkatkan daya tarik emas, terutama sebagai aset tanpa imbal hasil. Perhatian pasar saat ini akan tertuju pada pidato Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, yang dijadwalkan pada hari Rabu dan Kamis, serta pidato pejabat-pejabat Fed lainnya yang akan berbicara minggu ini.
Pada bulan Oktober, harga emas mencapai level tertinggi dalam lima bulan akibat ketegangan antara Israel dan Hamas. Namun, pelemahan harga emas dalam beberapa waktu terakhir mungkin mengindikasikan bahwa investor mulai kurang khawatir terhadap faktor-faktor geopolitik, seperti yang disampaikan oleh analis-analis.
Para trader juga memperhatikan data ekonomi yang beragam dari pasar utama China. Data tersebut menunjukkan bahwa ekspor China mengalami penurunan yang lebih besar dari perkiraan pada bulan Oktober, sementara surplus perdagangan negara tersebut mencapai level terlemah dalam 17 bulan terakhir. Meskipun impor mengalami kenaikan yang tidak terduga, penurunan dalam ekspor menandakan berlanjutnya penurunan aktivitas ekonomi di China, yang merupakan eksportir terbesar ke negara-negara Barat.
Pelemahan di China dapat memberikan isyarat negatif bagi pasar-pasar Asia yang lebih luas, yang bergantung pada China sebagai pusat perdagangan. Data mengenai inflasi China yang akan dirilis minggu ini diharapkan dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai keadaan ekonomi di negara tersebut. – Kontakperkasa Futures
Sumber : investing.com