PT Kontakperkasa Futures – Saham emiten emas mengalami tekanan belakangan ini, namun peluang menarik muncul di tengah situasi geopolitik yang terus berkembang. Saham dari Grup Bakrie dan Grup Salim, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), misalnya, mengalami penurunan harian sebesar 4,40% pada 9 November 2023 dan anjlok 8,42% dalam sepekan.
BRMS baru-baru ini mengumumkan bahwa anak perusahaannya, PT Citra Palu Minerals (CPM), berhasil menemukan sumber daya dan cadangan mineral baru di tambang emas Poboya, Palu, Sulawesi Tengah. Penemuan ini menyebabkan peningkatan signifikan dalam jumlah sumberdaya dan cadangan mineral di CPM, membawa potensi positif untuk tambang emas BRMS di Poboya, Palu.
Jumlah sumberdaya mineral di CPM meningkat sebesar 50%, dari 28,4 juta ton bijih menjadi 42,7 juta ton bijih dengan rata-rata kadar emas 2,6 g/t setelah penemuan cadangan baru. Sementara itu, cadangan mineral yang dikelola oleh CPM juga meningkat sebesar 38%, dari 22,8 juta ton bijih menjadi 31,5 juta ton bijih, dengan rata-rata kadar emas sebesar 2,4 g/t.
Direktur Utama BRMS, Agus Projosasmito, optimis bahwa tambahan sumberdaya dan cadangan mineral ini akan meningkatkan umur produksi tambang emas BRMS di Poboya, Palu. Agus menyatakan harapannya untuk meningkatkan produksi emas pada semester kedua 2023, yang diharapkan memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan pada tahun ini.
Sebelumnya, BMRS mencatatkan laba bersih hingga kuartal III 2023 sebesar US$ 10,66 juta, mengalami peningkatan sebesar 65% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersih ini didukung oleh total pendapatan yang meningkat hingga 294% menjadi US$ 32,74 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022.
Saham emas lainnya, seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan Grup Astra PT United Tractors Tbk (UNTR), juga mengalami penurunan, masing-masing sebesar 4,17% dan 3,58% dalam sepekan.
Menurut analis Morgan Stanley, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membeli saham emas. Ketegangan di Timur Tengah, terutama akibat perang Israel-Hamas, telah mendorong kenaikan aset safe-haven seperti emas. Meskipun reli tersebut telah melemah, harga spot emas pada 9 November berada di US$1,949,89 per troy ons.
Analis Morgan Stanley menilai bahwa saham-saham emas yang kinerjanya di bawah harga emas sekitar 20% dalam tiga bulan terakhir memberikan “peluang untuk mendapatkan eksposur ke sektor ini.” Namun, analis tersebut juga menyoroti risiko, termasuk ketidakpastian geopolitik dan potensi tidak menguntungkannya harga emas.
Pelaku pasar memperkirakan bahwa Federal Reserve AS (The Fed) mungkin akan menurunkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan pasar tahun depan. Penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS dapat menjadi dorongan tambahan terhadap permintaan emas. Emas, yang sensitif terhadap kenaikan suku bunga AS, dapat lebih menarik dengan suku bunga yang lebih rendah karena meningkatkan daya tariknya.
Meskipun harga emas dari ketegangan Israel-Hamas mulai terkikis, emas tetap menarik sebagai aset safe-haven, terutama saat konflik geopolitik masih berlanjut. – PT Kontakperkasa Futures
Sumber : cnbcindonesia.com