Emas Menyongsong Peningkatan Stabil: Harapan The Fed dan Tantangan Data Inflasi

PT KP Press – Harga emas telah menunjukkan kecenderungan kenaikan yang lambat namun stabil dalam beberapa waktu terakhir, dengan harapan penurunan suku bunga di Amerika Serikat semakin memperkuat. Investor sedang menantikan aba-aba dari The Federal Reserve (The Fed) untuk mengindikasikan arah kebijakan moneter yang akan datang, sementara juga memperhatikan data tren inflasi yang dapat memberikan petunjuk penting mengenai waktu dari penurunan suku bunga tersebut.

Pada perdagangan Selasa (26/3/2024), harga emas spot berhasil menguat sebesar 0,3%, mencapai US $2.177,91 per troy ons. Penguatan ini tidak hanya melanjutkan tren positif dari hari sebelumnya, tetapi juga menunjukkan bahwa pasar masih berpotensi untuk kenaikan lebih lanjut. Namun, pada Rabu (27/3/2024) harga emas kembali mengalami penurunan tipis sebesar 0,02%, dengan mencapai posisi US$ 2.173,35 per troy ons pada pukul 07.30 WIB.

Sentimen positif terhadap emas saat ini didorong oleh harapan bahwa The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga. Pemangkasan suku bunga dipandang akan melemahkan dolar AS dan meredakan imbal hasil obligasi pemerintah AS, keduanya merupakan faktor yang mendukung kenaikan harga emas.

Pelemahan dolar AS membuat harga emas menjadi lebih terjangkau bagi pembeli, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan karena harga emas dihargai dalam dolar AS. Selain itu, emas juga menarik bagi investor karena tidak menawarkan imbal hasil, sehingga rendahnya imbal hasil obligasi pemerintah AS membuat emas semakin menarik sebagai alternatif investasi.

Menurut Bob Haberkorn, seorang ahli strategi pasar senior di RJO Futures, harapan akan penurunan suku bunga cenderung mendorong kenaikan harga emas, kecuali terjadi perubahan sikap dari The Fed. Fokus pasar saat ini tertuju pada data Indeks Harga Belanja Konsumsi Pribadi Inti AS (PCE) yang akan dirilis pada Jumat pekan ini. Harapannya adalah bahwa data tersebut akan memberikan sinyal yang lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter yang akan diambil.

Meskipun ada potensi penurunan harga emas jika data PCE lebih tinggi dari perkiraan, Haberkorn optimis bahwa penurunan tersebut akan segera terkompensasi. Namun, reaksi pasar terhadap data tersebut mungkin akan terlihat pada pekan depan karena adanya libur Jumat Agung.

Rekor tertinggi harga emas minggu lalu, mencapai $2.222,39, terjadi setelah indikasi dari pembuat kebijakan Fed bahwa mereka masih berencana untuk melakukan pemangkasan suku bunga pada akhir tahun 2024. Saat ini, para pedagang melihat peluang sebesar 71% untuk pemangkasan suku bunga pada bulan Juni, menambah daya tarik untuk memegang emas sebagai aset yang tidak menghasilkan bunga.

Tidak hanya faktor-faktor internal AS yang mempengaruhi harga emas, permintaan fisik yang tinggi dari rumah tangga Tiongkok juga memberikan dukungan tambahan. Pembelian emas oleh bank sentral juga tetap konsisten, dengan Bank Sentral Tiongkok terus membangun cadangan emasnya sebagai upaya diversifikasi dari mata uang G7.

Nitesh Shah, seorang ahli strategi komoditas di WisdomTree, menyatakan bahwa faktor yang memotivasi pembelian emas oleh bank sentral adalah diversifikasi dari mata uang G7, terutama setelah mata uang tersebut digunakan sebagai senjata pada tahun 2022 sebagai dampak dari konflik (Rusia-) Ukraina.

Dengan berbagai faktor yang berperan, termasuk harapan akan penurunan suku bunga AS, data PCE yang akan datang, dan permintaan fisik yang kuat, harga emas terus menjadi sorotan pasar dengan prospek kenaikan yang menarik bagi para investor. – PT KP Press

Sumber : cnbcindonesia.com