Roller Coaster Harga Emas: Rebound Setelah Terpuruk, Ancaman Volatilitas Masih Membayangi

PT Kontakperkasa – Harga emas dunia menunjukkan tren roller coaster setelah berhasil rebound dari keterpurukannya pekan lalu. Pada perdagangan Senin (10/6/2024), harga emas berakhir menguat 0,78% menjadi US$ 2.310,53 per troy ons, menyusul koreksi tajam sebesar 3,49% pada Jumat (7/6/2024). Namun, risiko penurunan harga masih membayangi karena tren suku bunga tinggi yang masih berlanjut.

Menurut Refinitiv, volatilitas harga emas terus berlanjut pada Selasa pagi (11/6/2024). Hingga pukul 06.14 WIB, harga emas tercatat bergerak sedikit melemah sebesar 0,03% ke posisi US$ 2.309,58 per troy ons. Pergerakan ini mencerminkan ketidakpastian yang masih melingkupi pasar emas global.

Faktor utama yang mempengaruhi volatilitas harga emas adalah penguatan indeks dolar AS. Pada perdagangan kemarin, indeks dolar (DXY) naik 0,25% ke posisi 105.15, mencatat kenaikan 1% hanya dalam dua hari perdagangan. Penguatan dolar membuat harga emas menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang selain dolar, terutama bagi negara-negara emerging market seperti Indonesia yang mata uangnya cenderung terdepresiasi.

Kenaikan dolar ini berhubungan erat dengan sentimen pasar yang menantikan data inflasi AS dan keputusan Federal Reserve (The Fed) terkait kebijakan moneternya. Para pelaku pasar berharap ada pemangkasan suku bunga tahun ini, namun hingga kini nada hawkish masih mendominasi karena data ekonomi AS yang menunjukkan kekuatan.

Phillip Streible, analis dari Blue Line Futures, menyatakan bahwa banyak rilis data dan agenda ekonomi yang akan keluar dalam waktu dekat. “Harga emas akan semakin volatil dan akan ada banyak hal yang mengagetkan pekan ini,” ujarnya, dikutip dari Reuters.

Salah satu faktor yang memicu volatilitas adalah laporan bahwa perekonomian AS menambah 272.000 lapangan kerja pada bulan Mei, jauh di atas ekspektasi pasar. Data ini menunjukkan ketahanan pasar tenaga kerja AS dan mengurangi kemungkinan penurunan suku bunga pada September dari sekitar 70% menjadi 50%.

Selain kebijakan The Fed, tekanan bagi harga emas juga datang dari bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC). PBoC dilaporkan berhenti membeli emas pada Mei lalu setelah 18 bulan berturut-turut melakukan pembelian besar-besaran. Sebelumnya, aksi beli yang masif dari PBoC dan bank sentral lainnya menjadi penopang kenaikan harga emas yang berkali-kali memecahkan rekor tertinggi sepanjang tahun ini.

Keputusan PBoC untuk berhenti membeli emas memberikan pukulan ganda bagi pasar emas, memicu reaksi negatif dan menambah tekanan pada harga emas yang sudah tertekan oleh faktor-faktor lainnya. Kombinasi antara kebijakan moneter ketat di AS dan berhentinya pembelian emas oleh PBoC menambah ketidakpastian di pasar, membuat harga emas terus berfluktuasi dengan tajam.

Secara keseluruhan, harga emas diperkirakan akan tetap volatile dalam waktu dekat. Para pelaku pasar perlu siap menghadapi pergerakan harga yang tidak terduga, mirip dengan sensasi naik roller coaster, seiring dengan perkembangan ekonomi global dan kebijakan bank sentral yang mempengaruhi harga komoditas ini. – PT Kontakperkasa

Sumber : cnbcindonesia.com