PT Kontakperkasa – Harga emas, yang sering kali dianggap sebagai aset safe haven oleh para investor, kini tengah mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Dalam beberapa hari terakhir, para pemilik emas dibuat sport jantung karena harga emas yang sebelumnya mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa, kini mulai melorot. Meskipun demikian, harga emas masih berada dekat dengan level tertinggi tersebut, dan penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Menurut data Refinitiv, harga emas di pasar spot pada awal perdagangan Kamis (29/8/2024) tercatat menguat sebesar 0,18% menjadi USD 2.506,79 per troy ons. Namun, pada penutupan perdagangan hari Rabu (28/8/2024), harga emas berada di posisi USD 2.502,25 per troy ons, turun sebesar 0,88% dari penutupan sebelumnya. Pada 26 Agustus 2024, harga emas sempat mencapai rekor tertinggi baru di level USD 2.516,89 per troy ons sebelum akhirnya mengalami penurunan.
Penurunan harga emas ini terutama dipengaruhi oleh penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil US Treasury. Indeks dolar menguat ke level 100,806 pada Rabu siang, mencatatkan posisi tertinggi dalam tiga hari terakhir. Di sisi lain, imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun juga meningkat ke level 3,85%, yang juga merupakan posisi tertinggi dalam tiga hari terakhir. Penguatan dolar membuat emas menjadi lebih mahal bagi para pembeli yang menggunakan mata uang selain dolar, sehingga minat beli terhadap emas cenderung menurun. Selain itu, emas yang tidak menawarkan imbal hasil menjadi kurang menarik sebagai aset investasi ketika imbal hasil US Treasury meningkat.
Dilansir dari Reuters, harga emas tergelincir pada hari Rabu akibat penguatan dolar, sementara para investor menanti laporan inflasi utama AS yang akan dirilis minggu ini. Laporan tersebut diharapkan memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai besaran pemotongan suku bunga yang kemungkinan akan terjadi pada bulan September. Indeks dolar naik sebesar 0,2%, yang secara langsung mengurangi daya tarik emas bagi pemegang mata uang asing.
Meskipun harga emas mengalami penurunan, prospek jangka panjangnya tetap optimis. Menurut Ilya Spivak, kepala makro global di Tastylive, emas masih berada dalam tren bullish, terutama karena ekspektasi akan dimulainya siklus pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan depan. Pasar memperkirakan ada sekitar 66% kemungkinan pemotongan suku bunga AS sebesar 25 basis poin pada bulan September dan 34% kemungkinan pemotongan sebesar 50 basis poin, menurut alat FedWatch CME. Lingkungan suku bunga rendah cenderung mendukung kenaikan harga emas, mengingat sifatnya yang tidak memberikan imbal hasil.
Para pelaku pasar kini tengah menanti data pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS yang akan dirilis pada hari Jumat (30/8/2024). Data ini merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve dan diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai arah kebijakan moneter AS ke depannya. Jika angka PCE lebih rendah dari yang diharapkan, hal ini dapat mendorong ekspektasi bahwa Fed akan lebih dovish, yang pada gilirannya dapat memicu kenaikan harga emas.
Sementara itu, impor bersih emas China melalui Hong Kong pada bulan Juli naik sekitar 17% dari bulan sebelumnya, yang merupakan kenaikan pertama sejak Maret, menurut data yang dirilis pada hari Selasa. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan permintaan emas di China, yang merupakan salah satu konsumen emas terbesar di dunia.
Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi harga emas saat ini, para investor perlu terus memantau perkembangan terkini untuk mengambil keputusan investasi yang tepat. – PT Kontakperkasa
Sumber : cnbcindonesia.com